TEKNIK PELEDAKAN
Peledakan (blasting ; explosion) merupakan Kegiatan pemecahan suatu material (batuan) dengan menggunakan bahan peledak atau Proses terjadinya ledakan. Beberapa istilah dalam peledakan :
1. Peledakan bias (refraction shooting)
merupakan Peledakan di dalam lubang atau sumur dangkal untuk menimbulkan getaran guna penyelidikan geofisika cara seismik bias.
2. Peledakan bongkah (block holing)
2. Peledakan bongkah (block holing)
merupakan Peledakan sekunder untuk pengecilan ukuran bongkah batuan dengan cara membuat lobang tembak berdiatemeter kecil dan diisi sedikit bahan peledak
3. Peledakan di udara (air shooting)
3. Peledakan di udara (air shooting)
merupakan Cara menimbulkan energi seismik di permukaan bumi dengan meledakkan bahan peledak di udara
4. Peledakan lepas gilir (off-shift blasting)
4. Peledakan lepas gilir (off-shift blasting)
merupakan Peledakan yang dilakukan di luar jam gilir kerja
5. Peledakan lubang dalam (deep hole blasting)
5. Peledakan lubang dalam (deep hole blasting)
merupakan Cara peledakan jenjang kuari atau tambang terbuka dengan menggunakan lubang tembak yang dalamdisesuaikan dengan tinggi jenjang
6. Peledakan parit (ditch blasting)
6. Peledakan parit (ditch blasting)
merupakan Proses peledakan dalam pembuatan parit
7. Peledakan teredam (cushion blasting)
7. Peledakan teredam (cushion blasting)
merupakan Cara peledakan dengan membuat rongga udara antara bahan peledak dan sumbat ledak atau membuat lubang tembak yang lebih besar dari diameter dodol sehingga menghasilkan getaran yang relatif lembut.
Pengenalan Bahan Peledak
1. Bahan peledak
Bahan peledak yang dimaksudkan adalah bahan peledak kimia yang didefinisikan sebagai suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk padat, cair, atau campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat dan hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih stabil.
Panas dari gas yang dihasilkan reaksi peledakan tersebut sekitar 4000° C. Adapun tekanannya, menurut Langerfors dan Kihlstrom (1978), bisa mencapai lebih dari 100.000 atm setara dengan 101.500 kg/cm² atau 9.850 MPa (» 10.000 MPa). Sedangkan energi per satuan waktu yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau 5.950.000 kcal/s. Perlu difahami bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan merefleksikan jumlah energi yang memang tersimpan di dalam bahan peledak begitu besar, namun kondisi ini terjadi akibat reaksi peledakan yang sangat cepat, yaitu berkisar antara 2500 - 7500 meter per second (m/s). Oleh sebab itu kekuatan energi tersebut hanya terjadi beberapa detik saja yang lambat laun berkurang seiring dengan perkembangan keruntuhan batuan.
2. Reaksi dan produk peledakan
Pengenalan Bahan Peledak
1. Bahan peledak
Bahan peledak yang dimaksudkan adalah bahan peledak kimia yang didefinisikan sebagai suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk padat, cair, atau campurannya yang apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat dan hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih stabil.
Panas dari gas yang dihasilkan reaksi peledakan tersebut sekitar 4000° C. Adapun tekanannya, menurut Langerfors dan Kihlstrom (1978), bisa mencapai lebih dari 100.000 atm setara dengan 101.500 kg/cm² atau 9.850 MPa (» 10.000 MPa). Sedangkan energi per satuan waktu yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau 5.950.000 kcal/s. Perlu difahami bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan merefleksikan jumlah energi yang memang tersimpan di dalam bahan peledak begitu besar, namun kondisi ini terjadi akibat reaksi peledakan yang sangat cepat, yaitu berkisar antara 2500 - 7500 meter per second (m/s). Oleh sebab itu kekuatan energi tersebut hanya terjadi beberapa detik saja yang lambat laun berkurang seiring dengan perkembangan keruntuhan batuan.
2. Reaksi dan produk peledakan
Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang diharapkan karena tergantung pada kondisi eksternal saat pekerjaan tersebut dilakukan yang mempengaruhi kualitas bahan kimia pembentuk bahan peledak tersebut. Panas merupakan awal terjadinya proses dekomposisi bahan kimia pembentuk bahan peledak yang menimbulkan pembakaran, dilanjutkan dengan deflragrasi dan terakhir detonasi. Proses dekomposisi bahan peledak diuraikan sebagai berikut:
a) Pembakaran adalah reaksi permukaan yang eksotermis dan dijaga keberlangsungannya oleh panas yang dihasilkan dari reaksi itu sendiri dan produknya berupa pelepasan gas-gas. Reaksi pembakaran memerlukan unsur oksigen (O2) baik yang terdapat di alam bebas maupun dari ikatan molekuler bahan atau material yang terbakar. Untuk menghentikan kebakaran cukup dengan mengisolasi material yang terbakar dari oksigen. Contoh reaksi minyak disel (diesel oil) yang terbakar sebagai berikut:
CH3(CH2)10CH3 + 18½ O2 ® 12 CO2 + 13 H2O
b) Deflagrasi adalah proses kimia eksotermis di mana transmisi dari reaksi dekomposisi didasarkan pada konduktivitas termal (panas). Deflagrasi merupakan fenomena reaksi permukaan yang reaksinya meningkat menjadi ledakan dan menimbulkan gelombang kejut shock wave) dengan kecepatan rambat rendah, yaitu antara 300 – 1000 m/s atau lebih rendah dari kecep suara (subsonic). Contohnya pada reaksi peledakan low explosive (black powder)sebagai bagai berikut:
+ Potassium nitrat + charcoal + sulfur
20NaNO3 + 30C + 10S ------> 6Na2CO3 + Na2SO4 + 3Na2S +14CO2 + 10CO + 10N2
+ Sodium nitrat + charcoal + sulfur
20KNO3 + 30C + 10S ------> 6K2CO3 + K2SO4 + 3K2S +14CO2 +10CO + 10N2
c) Ledakan, menurut Berthelot, adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas menjadi bervolume lebih besar dari sebelumnya diiringi suara keras dan efek mekanis yang merusak. Dari definisi tersebut dapat tersirat bahwa ledakan tidak melibatkan reaksi kimia, tapi kemunculannya disebabkan oleh transfer energi ke gerakan massa yang menimbulkan efek mekanis merusak disertai panas dan bunyi yang keras. Contoh ledakan antara lain balon karet ditiup terus akhirnya meledak, tangki BBM terkena panas terus menerus bisa meledak, dan lain-lain.
d) Detonasi adalah proses kimia-fisika yang mempunyai kecepatan reaksi sangat tinggi, sehingga menghasilkan gas dan temperature sangat besar yang semuanya membangun ekspansi gaya yang sangat besar pula. Kecepatan reaksi yang sangat tinggi tersebut menyebarkan tekanan panas ke seluruh zona peledakan dalam bentuk gelombang tekan kejut (shock compression wave) dan proses ini berlangsung terus menerus untuk membebaskan energi hingga berakhir dengan ekspansi hasil reaksinya. Kecepatan rambat reaksi pada proses detonasi ini berkisar antara 3000 – 7500 m/s. Contoh kecepatan reaksi ANFO sekitar 4500 m/s. Sementara itu shock compression wave mempunyai daya dorong sangat tinggi dan mampu merobek retakan yang sudah ada sebelumnya menjadi retakan yang lebih besar. Disamping itu shock wave dapat menimbulkan symphatetic detonation, oleh sebab itu peranannya sangat penting di dalam menentukan jarak aman (safety distance) antar lubang. Contoh proses detonasi terjadi pada jenis bahan peledakan antara lain:
+ TNT : C7H5N3O6 ------> 1,75 CO2 + 2,5 H2O + 1,5 N2 + 5,25 C
+ ANFO : 3 NH4NO3 + CH2 ------> CO2 + 7 H2O + 3 N2
+ NG : C3H5N3O9 ------> 3 CO2 + 2,5 H2O + 1,5 N2 + 0,25 O2
+ NG + AN : 2 C3H5N3O9 + NH4NO3 ------> 6 CO2 + 7 H2O + 4 N4 + O2
Dengan mengenal reaksi kimia pada peledakan diharapkan peserta akan lebih hati-hati dalam menangani bahan peledak kimia dan mengetahui nama-nama gas hasil peledakan dan bahayanya.
3. Klasifikasi bahan peledak
Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya menjadi bahan peledak mekanik, kimia dan nuklir. Karena pemakaian bahan peledak dari sumber kimia lebih luas dibanding dari sumber energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak kimia lebih intensif diperkenalkan. Pertimbangan pemakaiannya antara lain, harga relatif murah, penanganan teknis lebih mudah, lebih banyak variasi waktu tunda (delay time) dan dibanding nuklir tingkat bahayanya lebih rendah. Bahan peledak permissible dalam klasifikasi di atas perlu dikoreksi karena tidak semua merupakan bahan peledak lemah. Bahan peledak permissible digunakan khusus untuk memberaikan batubara ditambang batubara bawah tanah dan jenisnya adalah blasting agent yang tergolong bahan peledak kuat.
Sampai saat ini terdapat berbagai cara pengklasifikasian bahan peledak kimia, namun pada umumnya kecepatan reaksi merupakan dasar pengklasifikasian tersebut.
Menurut R.L. Ash (1962), bahan peledak kimia dibagi menjadi:
a. Bahan peledak kuat (high explosive)
Bila memiliki sifat detonasi atau meledak dengan kecepatan reaksi antara 5.000 – 24.000 fps (1.650 – 8.000 m/s)
b. Bahan peledak lemah (low explosive)
b. Bahan peledak lemah (low explosive)
Bila memiliki sifat deflagrasi atau terbakar kecepatan reaksi kurang dari 5.000 fps (1.650 m/s).
4. Klasifikasi bahan peledak industri
4. Klasifikasi bahan peledak industri
Bahan peledak industri adalah bahan peledak yang dirancang dan dibuat khusus untuk keperluan industri, misalnya industri pertambangan, sipil, dan industri lainnya, di luar keperluan militer. Sifat dan karakteristik bahan peledak (yang akan diuraikan pada pembelajaran 2) tetap melekat pada jenis bahan peledak industri. Dengan perkataan sifat dan karakter bahan peledak industri tidak jauh berbeda dengan bahan peledak militer, bahkan saat ini bahan peledak industri lebih banyak terbuat dari bahan peledak yang tergolong ke dalam bahan peledak berkekuatan tinggi (high explosives).
5. Sifat Bahan Peledak
Sifat bahan peledak mempengaruhi hasil peledakan, diantaranya yaitu :
1. Kekuatan (Strength)
Kekuatan suatu bahan peledak berkaitan dengan kandungan energi yang dimiliki oleh bahan peledak tersebut dan merupakan ukuran kemampuan bahan peledak tersebut untuk melakukan kerja, biasanya dinyatakan dalam %.
2. Kecepatan Detonasi
Kecepatan Detonasi (velocity of detonation = VOD) merupakan kecepatan gelombang detonasi yang menerobos sepanjang kolom isian bahan peledak, dinyatakan dalam meter/detik. kecapatannya tergantung dari : jenis bahan peledak (ukuran butir, bobot isi), diameter dodol (diameter lubang ledak), derajat pengurungan (degree of confinement), penyalaan awal (initiating)
3, Kepekaan (Sensivity)
Kepekaan (Sensivity) adalah ukuran besarnya impuls yang diperlukan oleh bahan peledak untuk mulai bereaksi dan menyebarkan reaksi peledakan keseluruh isian. Kepekaan ini tergantung pada : komposisi kimia, ukuran butir, bobot isi, pengaruh kandungan air, dan temperatur.
4. Bobot Isi Bahan Peledak (density)
Bobot Isi Bahan Peledak (density) adalah perbandingan antara berat dan volume bahan peledak, dinyatakan dalam gr/cm3. Bobot isi ini biasanya dinyatakan dalam specific gravity (SG). stick count (SC) atau loading density (de)
5. Tekanan Detonasi (Detonation Pressure)
Tekanan Detonasi (Detonation Pressure) merupakan penyebaran tekanan gelombang ledakan dalam kolom isian bahan peledak, dinyatakan dalam kilobar (kb)
6. Ketahanan Terhadap Air (Water Resistance)
Ketahanan Terhadap Air (Water Resistance) merupakan kemampuan bahan peledak itu sendiri dalam menahan air dalam waktu tertentu tanpa merusak, merubah atau mengurangi kepekaannya, dinyatakan dalam jam
7. Sifat Gas Beracun (Fumes)
Bahan peledak yang meledak menghasilkan dua kemungkinan jenis gas yaitu smoke atau fumes. Smoke tidak berbahaya karena hanya terdiri dari uap atau asap yang berwarna putih. Sedangkan fumes berwarna kuning dan berbahaya karena sifatnya beracun, yaitu terdiri dari karbon monoksida (CO) dan oksida nitrogen (Nox). fumes dapat terjadi jika bahan peledak yang diledakkan tidak memiliki keseimbangan oksigen, dapat juga jika bahan peledak itu rusak atau sudah kadaluwarsa selama penyimpanan dan oleh sebab lain.
6. Perlengkapan Peledakan (blasting accesories atau blasting supplies)
Perlengkapan Peledakan (blasting accesories atau blasting supplies) merupakan material yang diperlukan untuk membuat rangkaian peledakan sehingga isian bahan peledak dapat dinyalakan. Perlengkapan peledakan hanya dipakai satu kali penyalaan saja. Beberapa perlengkapan peledakan yaitu :
1. Detonator
a. Detonator listrik (electric blasting caps = EBC) ada dua macam yaitu detonator seketika (instantenous EBC) dan detonator tunda (delayed EBC)
b. Detonator biasa (plain/ordinary detonator) digunakan dengan sumbu api
c. Kabel Listrik (connecting wire)
d. Insulator tape
2. Sumbu api (safety fuse) dengan perlengkapannya : igniter cord dan igniter cord connector
3, Sumbu Ledak (detonating fuse) dengan perlengkapannya MS connector/detonating relay connector
7. Peralatan Peledakan (blasting equipment)
Peralatan Peledakan (blasting equipment) merupakan alat-alat yang diperlukan untuk menguji dan menyalakan rangkaian peledakan sehingga alat tersebut dapat dipakai berulang-ulang. Peralatan peledakan antara lain :
1. Blasting Machine (sumber energi listrik DC), beserta ohm meter (penguji tahanan rangkaian), Rheostat (penguji kapasitas blasting machine)
2. Cap Primer (sejenis tang khusus untuk peledakan)
3. Kabel Utama (bus wire, leading wire) yaitu kabel yang menghubungkan blasting machine (exploder) ke rangkaian peledakan listrik
8. Teknik Peledakan
Terdapat perbedaan antara teknik peledakan pada sistem penambangan terbuka dengan sistem penambangan bawah tanah, perbedaan itu disebabkan oleh beberapa faktor seperti luas area, volume hasil ledakan, suplai udara segar, dan keselamatan kerja.
A. Pola pengeboran
TABEL 1.
PENYEBAB YANG MEMBEDAKAN POLA PENGEBORAN DI TAMBANG TERBUKA DAN BAWAH TANAH
faktor
|
Tambang bawah tanah
|
Tambang terbuka
|
Luas area
|
Terbatas, sesuai dimensi bukaan luasnya dipengaruhi oleh kestabilan bukaan tersebut
|
Lebih luas karena terdapat di permukaan bumi dan dapat memilih area yang cocok
|
Volume hasil peledakan
|
Terbatas karena dibatasi luas permukaan bukaan, diameter mata bor dan kedalaman pengeboran
|
Lebih besar bisa mencapai ratusan ribu meter kubik per peledakan, sehingga dapat direncanakan target yang besar
|
Suplai udara segar
|
Tergantung pada system ventilasi yang baik
|
Tidak bermasalah karena dilakukan pada udara terbuka
|
Keselamatan kerja
|
Kritis, diakibatkan oleh ruang yang terbatas, guguran batu dari atap , tempat penyelamatan diri terbatas
|
Relative lebih aman karena seluruh pekerjaan dilakukan pada area terbuka
|
a. Pola pengeboran pada tambang terbuka
Terdapat tiga pola pengeboran yang ada pada tambang terbuka, yaitu :
1. Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama
2. Pola persegi panjang (rectangular system), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih besar dibanding burden
3. Pola zig-zag (staggered pattern), yaitu antara lubang bor dibuat zigzag yang berasal dari pola bujur sangkar maupun persegi panjang
b. Pola pengeboran pada bukaan bawah tanah
Pada pengeboran bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat satu bidang bebas, yaitu pemuka kerja atau face. Untuk itu, perlu dibuat tambahan bidang bebas yang disebut cut. Secara umum terdapat empat tipe cut yaitu :
1. Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut, empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor kearah satu titik sehingga membentuk pyramid.
2. Wedge cut atau V- cut, angled cut atau cut berbentuk baji, setiap pasang dari empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor kearah satu titik, tetapi lubang bor antar pasangan sejajar, sehingga terbentuk baji. Cara ini lebih mudah dari pyramid cut tetapi kurang efektif untuk batuan yang keras.
3. Drag cut atau pola kipas, bentuknya mirip dengan baji perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak ditengah-tengah bukaan, tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding bukaan. Cara membuat dengan cara lubang bor dibuat miring untuk membentuk rongga di lantai atau di dinding. Cara ini efektif pada batuan berlapis dan tidak keras dan pula berperan sebagai controlled blasting.
4. Burn cut disebut juga cylinder cut, pola ini sangat cocok untuk batu yang keras dan regas seperti batu pasir (sandstone) atau batuan beku dan tidak cocok untuk struktur berlapis.
Secara umum pola peledakan menunjukan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan yang disebut dengan waktu tunda (delay time). Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan yaitu :
1. Mengurangi getaran
2. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
3. Mengurangi gegeran akibat airblast dan suara (noise)
4. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
5. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil ledakan
9. DESAIN PELEDAKAN
Kondisi-kondisi tertentu pada operasi akan mempengaruhi secara detail daripada desain peledakan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mendesain suatu peledakan antara lain :
1. Diameter lubang ledak
2. Tinggi jenjang
3. Fragmentasi
4. Burden dan spacing
5. Struktur batuan
6. Kestabilan jenjang
7. Dampak terhadap lingkungan
8. Tipe bahan peledak yang akan digunakan
1. Diameter lubang bor
Pemilihan diameter lubang ledak dipengaruhi oleh besarnya laju produksi yang direncanakan. Makin besar diameter lubang maka akan diperoleh laju produksi yang besar pula, dengan persyaratan alat bor dan kondisi batuan sama. Faktor yang membatasi diameter lubang ledak adalah :
· Ukuran fragmentai hasil ledakan
· Isian bahan peledak utama harus dikurangi atau lebih kecil dari perhitungan teknis karena pertimbangan vibrasi bumi atau ekonomi
· Keperluan penggalian batuan secara selektif
Pada kondisi batuan yang solid, ukuran fragmentasi batuan cenderung meningkat apabila perbandingan kedalaman lubang ledak dan diameter kurang dari 60 inci. Oleh karena itu upayakan hasil perbandingan tersebut melebihi 60 atau L/d ≥ 60 inci atau d = 5 – 10 K
Dimana : d = Diameter lubang bor (mm)
K = tinggi jenjang (m)
Dengan diameter lubang bor yang kecil, konsekuensinya burden juga kecil, akan memberikan hasil fregmentasi yang bagus dengan getaran (groun vibration) rendah. Hal ini perlu diperhatikan, terlebih lagi apabila ledakan dilakukan dekat dengan perumahan penduduk
2. Ketinggian jenjang dan kedalaman lubang bor
Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan lainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan kemudian setelah parameter serta aspek lainnya di ketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok (bucket) serta tinggi jangkauan alat muat. Umumnya dipakai pada quarry atau tambang terbuka dengan diameter lubang besar biasanya dipakai antara 10 – 15 m . Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Secara praktis hubungan diameter lubang bor dengan ketinggian jenjang dapat diformulasikan sebagai berikut :
K = 0,1 – 0,5 D
Dimana : K = Tinggi jenjang (m)
D = Diameter lubang (mm)
GAMBAR 1
HUBUNGAN DIAMETER LUBANG BOR DENGAN KETINGGIAN JENJANG
3. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukan ukuran setiap bongkah dari batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya. Beberapa ketentuan umum tentang hubungan fragmentasi dengan lubang ledak :
a) Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan fragmentasi, maka dikurangi dengan menggunakan bahan peledak yang lebih kuat
b) Penambahan bahan peledak akan menambah lemparan
c) Batuan dengan intensitas tinggi dan jumlah bahan peledak sedikit dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasilkan fragmentasi kecil
C. Geometri Peledaka
Burden (B)
Burden adalah dimensi yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu pekerjaan peledakan. Untuk menentukan besarnya burden perlu diketahui harga dari burden ratio. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan burden adalah :
· Burden harus merupakan jarak dari muatan (charges) tegak lurus terhadap “free face” terdekat, dan arah dimana pemindahan akan terjadi
· Besarnya burden tergantung dari karekteristik batuan, karekteristik bahan peledak, dan lain sebagainya.
Spasing
Spasing adalah jarak antara lubang-lubang bor yang dirangkai dalam satu baris (row) dan diukur sejajar terhadap “pit wall”. Biasanya spasing tergantung pada burden, kedalaman lubang bor, letak primer, waktu tunda dan arah struktur bidang batuan. Untuk material (batuan) yang homogen B = S, sedangkan untuk struktur batuan yang kompleks, misalnya orientasi joint sejajar dengan jenjang maka burden dapat dirapatkan dan spasi dapat dijarangkan. Bila orientasi joint tegak lurus jenjang maka burden dapat dijarangkan dan spasi agak dirapatkan. Sedangkan untuk struktur batuan dengan orientasi kesegala arah /rock fracture.
b. Stemming (T)
Stemming disebut juga collar, harga stemming ini sangat menentukan stress balance dalam lubang bor, fungsi lain adalah untuk mengurung gas yang timbul. Untuk mendapatkan stress balance maka harga stemming sama dengan burden. Pada batuan kompak, jika perbandingan antara stemming dan burden kurang dari satu maka akan terjadi cratering atau back break, terutama pada collar proming. Biasanya harga standar tang dipakai adalah 0,70 dan ini sudah cukup untuk mengontrol air blast dan stress balance.
c. Sub drilling (SD)
Adalah bagian dari kolom lubang ledak yang terletak dibagian dasar jenjang yang dimaksud untuk menghindari terjadinya toe pada lantai jenjang setelah peledakan
d. Tinggi jenjang (H)
e. Kedalaman lubang bor tidak boleh lebih kecil daripada burden. Hal ini untuk menghindari terjadi atau cratering. H = L – SD
Dimana : L = kedalaman lubang ledak
SD = sub drilling
http://artikelbiboer.blogspot.com/2009/12/blasting-peledakan.htmlhttp://tambangunsri.blogspot.com/2011/05/peledakan-tambang.html